KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit
sekali yang kita ingat. Segala puji hanya untuk Allah Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira
besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
”Penalaran”. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir
kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ilmu
pengetahuan yang selalu berkembang, mengikuti zaman. Bangsa Indonesia adalah
salah satu bangsa yang berkembang dan akan maju jika sumber manusianya mampu
untuk bersaing secara global.
Bahasa
Indonesia adalah alat komunikasi penduduk. Oleh karenanya pemahaman terhadap
bahasa Indonesia yang baik dan benar akan membentuk rasa persatuan rakyat Indonesia
yang beragam suku, agama, budaya dan bahasa daerah.
Judul
makalah ini ditulis atas ketertarikan penulis dan membutuhkan dukungan semua
pihak terhadap yang peduli dengan ilmu pengetahuan bahasa Indonesia.
1.2 Tujuan penulisan
1.
Apa
pengertian penalaran?
2.
Apa
penjelasan proporsi?
3.
Apa
pengertian inferensi dan implikasi?
4.
Bagaimana
wujud evidensi?
5.
Bagaimana
cara menguji data?
6.
Bagaimana
cara menguji fakta?
7.
Bagaimana
menilai autoritas?
1.3 Manfaat
1.
Untuk
mengetahui penalaran
2.
Untuk
memahami proporsi
3.
Untuk
mengetahui inferensi dan implikasi
4.
Memahami
wujud evidensi
5.
Mengetahui
cara menguji data
6.
Mengetahui
cara menguji fakta
7.
Mengetahui
cara menilai autoritas
BAB II
PENALARAN
2.1 Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan
sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan
sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang
disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang
dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
2.2 Proposisi
Proposisi adalah “pernyataan dalam bentuk
kalimat yang memiliki arti penuh, serta mempunyai nilai benar atau salah, dan
tidak boleh kedua-duanya”.
Maksud kedua-duanya ini adalah dalam suatu kalimat proposisi standar tidak boleh mengandung 2 pernyataan benar dan salah sekaligus.
Maksud kedua-duanya ini adalah dalam suatu kalimat proposisi standar tidak boleh mengandung 2 pernyataan benar dan salah sekaligus.
Rumus ketentuannya :
Q + S + K + P
Keterangan :
Q : Pembilang / Jumlah
(ex: sebuah, sesuatu, beberapa, semua,
sebagian, salah satu, bilangan satu s.d. tak terhingga)
Q boleh tidak ditulis, jika S (subjek) merupakan nama dan subjek yang pembilang nya sudah jelas berapa jumlahnya :
Q boleh tidak ditulis, jika S (subjek) merupakan nama dan subjek yang pembilang nya sudah jelas berapa jumlahnya :
a. Nama (Pram, Endah, Ken, Missell, dll)
b. Singkatan (PBB, IMF, NATO, RCTI, ITC,
NASA, dll)
c. Institusi (DPRD, Presiden RI, Menteri Keuangan
RI, Trans TV, Bank Mega,
Alfamart, Sampurna, Garuda Airways, dll)
S : Subjek adalah sebuah kata atau rangkaian
beberapa kata untuk diterangkan atau
kalimat yang dapat berdiri sendiri (tidak
menggantung).
K : Kopula, ada 5 macam : Adalah, ialah, yaitu,
itu, merupakan.
P : Kata benda (tidak boleh kata sifat, kata
keterangan, kata kerja).
Kalimat Proposisi
Kalimat Proposisi adalah suatu kalimat (sentence) yang memiliki nilai kebenaran (truth value) benar (true), dengan notasi T atau dalam sirkuit digital disimbolkan dengan 1, atau nilai kebenaran salah (false) dengan notasi F atau 0 tetapi tidak kedua-duanya. Nama lain proposisi: kalimat deklaratif.
Jenis-jenis proposisi, yaitu :
1. Bentuk
2. Sifat
3. Kualitas
4. Kuantitas
1. Bentuk
dibagi menjadi 2, yaitu :
- Tunggal : kalimat yang terdiri dari 1 subjek dan 1 predikat
contoh : Romi terjatuh
- Majemuk : Kalimat Proporsisi yang terdiri dari 1 subjek dan lebih dari 1 predikat
contoh : Doni ke dapur dan memasak. Nenek memasak di dapur dan menyuapi cucunya
2. Sifat
dibagi menjadi 3, yaitu :
- Kategorial : proporsisi hubungan antara
subjek dan predikatnya tidak ada syarat apapun
contoh : semua meja di kelas 3ea06 berwarna coklat
contoh : semua meja di kelas 3ea06 berwarna coklat
- Kondisional : proporsisi yang hubungannya
subjek dan predikat membutuhkan persyaratan tertentu. Biasanya diawali :jika,
apabila, walaupun, seandainya
contoh : jika susi wanita maka akan menikah dengan rudi
contoh : jika susi wanita maka akan menikah dengan rudi
~kondisional dibagi menjadi 2, yaitu :
-Hipotesis . Contoh : Jika Budi rajin
menabung maka dia akan kaya
– Disjungtif yaitu memiliki 2 predikat dan
predikatnya alternatif.
contoh : Pria itu sudah menikah apa belum
contoh : Pria itu sudah menikah apa belum
3.Kualitas ,yang terdiri dari :
– Afirmatif (+) : proporsisi dimana
predikatnya membenarkan subjek
contoh : Semua landak pasti mempunyai duri
– Negatif (-) : proporsisi dimana predikatnya
menolak subjek
contoh : Tidak ada landak yang tidak memiliki
duri
4. Proporsisi Universal : proporsisi yang
predikatnya mendukung atau mengingkari subjeknya
contoh : Tidak ada satupun penduduk yang tidak memiliki KTP
contoh : Tidak ada satupun penduduk yang tidak memiliki KTP
2.3 Inferensi
dan Implikasi
Interferensi
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55).
Interferensi dalam bentuk kalimat
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55).
Interferensi dalam bentuk kalimat
Interferensi dalam bidang ini jarang terjadi. Hal ini memang perlu dihindari karena pola struktur merupakan ciri utama kemandirian sesuatu bahasa. Misalnya, Rumahnya ayahnya Ali yang besar sendiri di kampung itu, atau Makanan itu telah dimakan oleh saya, atau Hal itu saya telah katakan kepadamu kemarin. Bentuk tersebut merupakan bentuk interferensi karena sebenarnya ada padanan bentuk tersebut yang dianggap lebih gramatikal yaitu: Rumah ayah Ali yang besar di kampung ini, Makanan itu telah saya makan, dan Hal itu telah saya katakan kepadamu kemarin.Terjadinya penyimpangan tersebut disebabkan karena ada padanan konteks dari bahasa donor, misalnya: Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe ing kampung iku, dan seterusnya.
Interferensi Semantik
Berdasarkan bahasa resipien (penyerap) interferensi semantis dapat dibedakan menjadi,
1. Jika
interferensi terjadi karena bahasa resipien menyerap konsep kultural beserta
namanya dari bahasa lain, yang disebut sebagai perluasan (ekspansif). Contohnya
kata demokrasi, politik, revolusi yang berasal dari bahasa Yunani-Latin.
2. Yang
perlu mendapat perhatian, interferensi harus dibedakan dengan alih kode dan
campur kode. Alih kode menurut Chaer dan Agustina (1995:158) adalah peristiwa
penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya
sebab-sebab tertentu, dan dilakukan dengan sengaja. Sementara itu, campur kode
adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur
bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten. Interferensi
merupakan topik dalam sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua
bahasa atau lebih secara bergantian oleh seorang dwibahasawan, yaitu penutur
yang mengenal lebih dari satu bahasa. Penyebab terjadinya
interferensi adalah kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu
sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain (Chaer,1995:158). Biasanya interferensi
terjadi dalam penggunaan bahasa kedua, dan yang menginterferensi adalah bahasa
pertama atau bahasa ibu
Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari tidak bersinar maka udara terasa sejuk”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari tidak bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa sejuk. Karena itu akan sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari tidak bersinar, udara terasa sejuk”.
”Sepanjang waktu matahari tidak
bersinar, udara terasa sejuk”.
“Matahari tidak bersinar berimplikasi
udara terasa sejuk”.
“Matahari tidak bersinar hanya jika
udara terasa sejuk”.
Berdasarkan pernyataan diatas,
maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut sejuk adalah cukup dengan
menunjukkan bahwa matahari tidak bersinar atau matahari tidak bersinar
merupakan syarat cukup untuk udara terasa sejuk.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari tidak bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi sejuk atau udara terasa sejuk merupakan syarat perlu bagi matahari tidak bersinar. Karena udara dapat menjadi sejuk hanya bila matahari tidak bersinar.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari tidak bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi sejuk atau udara terasa sejuk merupakan syarat perlu bagi matahari tidak bersinar. Karena udara dapat menjadi sejuk hanya bila matahari tidak bersinar.
2.4 Wujud
Evidensi
Evidensi merupakan semua fakta yang ada,
semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas
yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan
sebagai evidensi tidak boleh digabung dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan
atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau
informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan
yang diperoleh dari suatu sumber tertentu.
2.5 Cara
Menguji Data
Data dan informasi yang digunakan dalam
penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian
melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap
digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan
untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3.Autoritas
2.6 Cara
Menguji Fakta
Untuk menetapkan apakah data
atau informasi itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian
tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan
bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus
mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat
digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1. Konsistensi
Konsistensi dalam ilmu
logika adalah teori konsistensi merupakan sebuah sematik dengan sematik yang
lainnya tidak mengandung kontradiksi. Tidak adanya kontradiksi dapat diartikan
baik dalam hal semantik atau berhubung dengan sintaksis. Definisi semantik yang
menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika ia memiliki model; ini
digunakan dalam arti logika tradisional Aristoteles walaupun dalam logika
matematika kontemporer terdapat istilah satisfiable yang digunakan. Berhubungan dengan
pengertian sintaksis yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika
tidak terdapat rumus P seperti yang kedua P dan penyangkalan adalah pembuktian
dari aksioma dari teori yang terkait di bawah sistem deduktif.
2. Koherensi
2. Koherensi
Koherensi
merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi
suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dihubungkannya. Ada
beberapa penanda koherensi yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya
penambahan (aditif), rentetan (seri), keseluruhan ke sebagian, kelas ke
anggota, penekanan, perbandingan (komparasi), pertentangan (kontras), hasil
(simpulan), contoh (misal), kesejajaran (paralel), tempat (lokasi), dan waktu
(kala).
2.7 Cara
Menilai Autoritas
Seorang
penulis yang baik dan obyektif selalu akan menghindari semua desas – desus,
atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa
yang hanya merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sunguh – sunguh
didasarkan atas penelitian atau data – data eksperimental. Untuk menilai suatu
autoritas, penulis dapat memeilih beberapa pokok berikut.
a.
Tidak Mengandung Prasangka
Tidak
mengandung prasangka artinya pendapat disusun berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh para ahli atau didasarkan pada hasil eksperimen yang
dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka yaitu autoritas tidak boleh
memperoleh keuntungan pribadi dari data eksperimennya.
Untuk
mengetahui apakah autoritas tidak memperoleh keuntungan pribadi dari pendapat
atau kesimpulannya, penulis harus memperhatikan apakah autoritas mempunyai
interes yang khusus; apakah dia berafiliasi dengan sebuah ideologi yang
menyebabkan selalu condong kepada ideologi. Bila faktor itu mempengaruhi
autoritas maka pendapatnya dianggap suatu pendapat yang objektif.
b.
Pengalaman dan Pendidikan
Autoritas
Dasar
kedua menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh
menjadi jaminan awal. Pendidikan yang diperoleh harus dikembangkan lebih lanjut
dalam kegiatan sebagai seorang ahli. Pengalaman yang diperoleh autoritas,
penelitian yang dilakukan, presentasi hasil penelitian dan pendapatnya akan
memperkuat kedudukannya.
c.
Kemashuran dan Prestise
Faktor
ketiga yang harus diperhatikan adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat
yang akan dikutip sebagai autoritas hanya sekedar bersembunyi dibalik
kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain. Apakah ahli menyertakan
pendapatnya dengan fakta yang menyakinkan.
d.
Koherensi dengan Kemajuan
Hal keempat
adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas sejalan dengan perkembangan dan
kemajuan zaman atau koheren dengan pendapat sikap terakhir dalam bidang itu.
Untuk memperlihatkkan bahwa penulis benar-benar siap dengan persoalan yang
tengah diargumentasikan, jangan berdasarkan pada satu autoritas saja, maka hal
itu memperlihatkan bahwa penulis kurang menyiapkan diri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Penutup
Demikian yang dapat saya jelaskan mengenai materi
makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
referensi yang berhubungan dengan makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca.
1. Dari pernyataan dibawah ini
manakah yang bukan cara menilai autoritas?
a.
Tidak Mengandung Prasangka
b.
Pengalaman dan Pendidikan
Autoritas
c.
Kemashuran dan Prestise
d.
Koherensi*
2. Dari pernyataan dibawah ini
manakah yang merupakan cara menguji fakta?
a.
Koherensi*
b.
Referensi
c.
Eksistensi
d.
Interpretasi
3. Dari pernyataan dibawah ini
manakah yang bukan cara menguji data?
a.
Observasi
b.
Kesaksian
c.
Autoritas
d.
Koesioner*
4. fakta yang ada, semua kesaksian, semua
informasi, atau autoritas yang
dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran adalah pengertian dari..
a.
Wujud
evidensi*
b.
Interferensi
c.
Interferensi
sistematik
d.
Implikasi
5. Berikut ini yang bukan Jenis-jenis adalah?
a.
Bentuk
b.
Sifat
c.
Kualitas
d.
Kapasitas*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar